Selasa, 22 Juni 2010

Anak faham mengenai Halal ? harus donk...



Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai ketika/setelah anak berada pada usia sekolah, tidaklah tepat. Banyak perbedaan pendapat tentang kapan pendidikan harus diberikan. Bisa sejak masih kecil, semenjak bayi, ketika dalam kandungan, bahkan pada saat konsepsi. Akan tetapi patut diyakini, bahwa perkembangan kapasitas intelektual anak sudah terjadi pada saat bayi dalam kandungan.
Para ahli neurologi berpendapat, bahwa selama 9 bulan dalam kandungan, paling tidak setiap menit dalam pertumbuhan otak diproduksi 250.000 sel otak. Sehingga selama usia 8 bulan dalam kandungan, diperkirakan bayi memiliki biliunan sel syaraf dalam otaknya. Sel-sel otak ini dibentuk berdasarkan stimulasi dari luar otak. Stimulasi yang diberikan akan membentuk sel-sel otak sehingga otak dapat berkembang optimal.
Anak menyerap semua rangsangan yang diberikan oleh lingkungannya (orang tuanya). Dan ternyata, awal kehidupan anak merupakan saat yang paling penting. Pasalnya, pada saat itu kapasitas intelektual anak berkembang sangat pesat. Otak anak mampu menampung informasi dengan kecepatan yang mengagumkan. Menjelang usia empat tahun, lima puluh persen kapasitas intelektual anak sudah terbentuk. Ini berarti, jika pada usia tersebut anak mendapatkan rangsangan yang maksimal, maka potensi otak anak akan berkembang secara maksimal. Oleh karena itu, pada masa-masa ini jangan sampai terlewati, orang tua harus senantiasa memberikan pendidikan sebaik-baiknya, karena stimulasi yang diberikan pada masa kritis ini akan terekam dan terbawa sepanjang kehidupan anak. Masa kritis ini hanya terjadi sekali dan tidak pernah terulang lagi.
Oleh karena itu, bagi ibu yang sedang mengandung, selain harus memberikan stimulasi juga memerlukan nutrisi yang baik bagi kesehatan dirinya dan bayi yang dikandungnya. Nutrisi yang baik tentu harus memiliki kandungan gizi yang cukup sehingga dapat membantu perkembangan sel otak janin agar bayi memiliki tingkat potensi kecerdasan yang tinggi dan terlahir sehat nantinya. Nutrisi yang baik haruslah juga menuntut kehalalan produk suatu makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil. Kebiasaan mengkonsumsi makanan halal pada saat ibu mengandung merupakan sebuah pendidikan bagi anak yang dikandungnya. Sehingga anak menjadi terbiasa menerima sesuatu yang baik dan benar dari kehalalan asupan makanan.
Tentu semua orang tua mendambakan anaknya tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang cerdas, berprestasi dan bermoral. Anak yang cerdas belum tentu tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berprestasi, dan anak yang cerdas dan berprestasi belum tentu tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang bermoral jika tidak dididik dengan baik dan benar. Maka, hendaklah para orang tua untuk tidak melerwakan masa ini, berikan pengasuhan dan pendidikan sebaik-baiknya kepada anak-anak. Pendidikan amatlah penting, dan pendidikan pembiasaan harus dikembangkan sejak usia dini. Kenalkan anak pada hal-hal yang baik. Pembiasaan akan membentuk moral anak untuk bisa memilah mana yang baik dan tidak baik. Dalam hal makananpun akan demikian halnya. Mana yang halal dan tidak, mana yang boleh dikonsumsi dan tidak diperbolehkan.
Anak suka memakan apa saja, untuk itulah orang tua harus memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi anaknya haruslah mengandung asupan gizi yang dibutuhkan tubuh sehingga dapat berfungsi secara normal. Makanan tidak mesti yang mewah dan mahal, tetapi makanan itu pastikan sehat dan halal. Ajari sejak dini anak-anak untuk makan makanan yang sehat dan halal. Islam sangat menganjurkan memakan makanan yang halal dan baik (Q.S. 5:88 dan 16:114). Dan banyak sekali ayat al-Quran yang menjelaskan tentang makanan dan jenisnya yang dibolehkan dan yang tidak. Oleh karena itu, perkenalkan anak sejak dini pada produk-produk makanan yang halal, baik dan boleh dimakan. Meski anak belum bisa membaca, perlihatkan label halal yang ada di setiap kemasan makanan yang dibeli. Biasakan untuk menunjukkannya ketika memilih makanan di supermarket, di toko, atau ketika di dapur, sehingga anak familiar dengan gambar atau label halal yang tertera di kemasannya. Biarkan hal ini menjadi moral/budaya bagi anak pada saat memilih dan membeli makanan, bahwa yang baik di makan adalah yang berlabel halal.
Upaya sosialisasi produk halal ini bisa juga diberikan pada saat anak sudah mulai sekolah. Sangat baik kiranya bila di Taman Kanak-Kanak (TK), RA (Raudlatul Athfal), di Kelompok Bermain (KB), di Tempat Penitipan Anak (TPA), di Posyandu (sekarang ada Pos PAUD) dan juga di Bina Keluarga Balita (BKB) untuk memasukkan menu pembelajaran mengenai produk makanan yang halal, sehingga ada kesinambungan antara pendidikan di rumah dengan pendidikan di sekolah. Pos PAUD dan BKB yang merupakan pembinaan tumbuh kembang balita dapat dijadikan tempat untuk mengawali sosialisasi ke-halal-an makanan kepada anak-anak.
Sebaiknya, para orang tua wali murid juga mendapatkan informasi produk halal, sehingga budaya memilih makanan yang halal tidak hanya dipunyai oleh anak-anak, tetapi agar dirumah nantinya para orang tua juga harus memiliki budaya mengkonsumsi makanan halal tersebut dan memberlakukannya pada anak-anaknya. Meskipun mengenalkan dan membudayakan produk halal ini tidak bisa spontan dan serta-merta sifatnya, karena terlanjur budaya di lingkungan kita untuk membeli dan mengkonsumsi apa saja tanpa melihat label halal yang tercantum pada produk. Pembiasaan mengonsumsi makanan yang halal akan lebih mudah dilakukan bila dimulai dari saat anak berada pada usia dini.
Sosialisasi halal untuk anak usia dini dapat dilakukan dengan mengenalkan makanan dan minuman yang halal dan yang haram untuk dikonsumsi melalui cerita yang menarik. Banyak buku yang beredar di toko buku mengenai pendidikan halal untuk anak yang dikemas dengan cerita yang menarik yang dapat dijadikan pegangan oleh orang tua untuk mengajarkan makanan halal kepada anak.

Rabu, 16 Juni 2010

KerupUk....ringan...tapi bisa berat....

Kerupuk Kulit

Kerupuk kulit memang sudah menjadi bagian yang sulit dipisahkan dari lidah konsumen orang Indonesia. Penggemarnya sangat banyak, yang berasal dari berbagai kalangan. Kerupuk yang gurih dan renyah inipun cocok dipasangkan dengan makanan apa saja. Ia bisa menemani soto, baso, nasi padang, bubur ayam, dan berbagai jenis masakan lainnya. Bahkan dimakan sendirian pun enak juga.
Konsumsi kerupuk kulit di Indonesia sangatlah besar. Anda akan dengan mudah mendapatkannya di berbagai warung dan restoran. Memang secara statistik belum didapatkan angka pasti mengenai jumlah kuantitatif konsumsi kerupuk kulit di Indonesia. Tetapi melihat animo masyarakat yang begitu besar dan keberadaannya yang tersebar luas, kita pantas menduga bahwa konsumsi kerupuk ini sangat besar.
Besarnya permintaan kerupuk kulit ini tentunya mendatangkan hikmah bagi industri kecil yang bergerak di bidang tersebut. Tetapi dari hasil pantauan kami terhadap beberapa industri kecil kerupuk kulit di Sidoarjo dan Jember, Jawa Timur, justru menunjukkan fakta yang sebaliknya.
Beberapa industri yang skalanya masih industri rumah tangga (IRT) itu mengeluh tidak dapat berproduksi secara kontinyu. Beberapa IRT tersebut mengaku sulit mendapatkan bahan baku kulit yang dibutuhkannya. Kalaupun ada harganya sudah melambung sangat tinggi, karena minimnya pasokan dan banyaknya permintaan. Kesulitan bahan baku ini bahkan telah memaksa beberapa penghasil kerupuk kulit di Jember terpaksa harus menghentikan produksinya.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, produksi peternakan sapi lokal kita memang mengalami stagnansi. Untuk memenuhi kebutuhan daging sapi, maka daging impor pun didatangkan dari negara-negara Australia, Selandia Baru, dan Amerika. Daging tersebut didatangkan dalam bentuk daging beku tanpa tulang dan tanpa kulit. Sedangkan kulit lokal yang bagus, selain untuk keperluan pangan, juga digunakan untuk kerajinan kulit, seperti sepatu, tas, dan jaket. Oleh karena itu wajar jika kulit untuk keperluan kerupuk menjadi langka dan sulit didapatkan.
Lalu pertanyaannya, kerupuk kulit yang beredar dan banyak dikonsumsi masyarakat itu berasal dari mana?Sebagaimana angka konsumsi, data produksi kerupuk kulit ini juga sulit didapatkan. Apalagi kebanyakan industri yang membuatnya adalah industri kecil atau industri rumah tangga yang sulit dipantau keberadaannya. Dari hasil penelusuran informasi kepada para pengusaha kerupuk kulit didapatkan fakta bahwa beberapa industri kerupuk kulit tersebut menggunakan bahan baku kulit impor.
Kulit sapi impor itu konon didatangkan dari Korea dan Cina, meskipun data secara pastinya belum didapatkan. Untuk mendapatkan bahan baku tersebut, para pengusaha kerupuk tidak mampu mengimpor sendiri. Mereka mendapatkan dari para pemasok dan pedagang besar yang mampu mengimpor secara langsung dari luar negeri. Perdagangan kulit impor ini terjadi secara sembunyi-sembunyi, tidak bisa dilakukan di pasar-pasar umum. Bahkan pengusaha kerupuk yang tidak tahu informasi ini juga sulit mendapatkan bahan baku tersebut.
Jika benar kulit yang dipakai industri kerupuk tersebut didapatkan dari impor, apalagi dari negara-negara non-Muslim, akan mendatangkan masalah dan pertanyaan besar, apakah kulit tersebut dijamin kehalalannya? Dari hewan yang menghasilkan kulitnya, kita masih bisa mempertanyakan, apakah hewan tersebut benar-benar sapi ataukah babi? Sebab kulit sapi dan kulit babi ketika diproses menjadi kerupuk akan menghasilkan jenis kerupuk yang mirip. Bagi orang awam akan sulit membedakan antara kerupuk kulit sapi ataukah kulit babi.
Kalaupun seandainya memang benar kulit sapi, kita masih akan bertanya, apakah sapi tersebut disembelih secara halal ataukah tidak? Jika berasal dari negara seperti Korea dan Cina, akan sulit mendapatkan sapi yang disembelih secara Islam.
Kalau demikian, bagaimana status kehalalan kerupuk kulit yang setiap hari disajikan di warung-warung dan kita makan? Memang sulit menentukan status kehalalannya. Secara fisik menggunakan pandangan mata biasa, akan sulit menentukan kehalalan kerupuk kulit tersebut. Apalagi jika sudah disajikan secara rapi dan dikemas di dalam plastik.
Namun sekedar tips kecil, Anda sebaiknya waspada terhadap kerupuk kulit yang warnanya lebih putih, penampakannya lebih halus, lebih empuk dan lubang udaranya kecil-kecil. Lebih dari itu memang sebaiknya kita waspada terhadap makanan yang gurih dan renyah ini. tim lppom mui